Jumat, 06 Desember 2013

SENI TARI


[tutup]

Seni Tari Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Tari Bali dipersembahkan di pura.

Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.[1]

Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.


Era sejarah

Tari bercorak prasejarah atau tari suku pedalaman

Tari perang Papua dari Kabupaten Kepulauan Yapen.

Tari Kabasaran, Minahasa Sulawesi Utara.

Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).

Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan.[2] Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq dalam suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan.

Tari bercorak Hindu-Buddha

Lakshmana, Rama dan Shinta dalam sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa.

Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti Ramayana, Mahabharata dan juga Panji menjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan, Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.

Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu Dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis tari topeng yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.

Tari bercorak Islam

Sebagai agama yang datang kemudiam, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.

Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari Saman Aceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.

Pendukung

Tari keraton

Tari Golek Ayun-ayun, dari Keraton Yogyakarta

Tari Jaipongan, tari tradisi rakyat Sunda

Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.

Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya—seperti di Jawa—juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli di Sumatera Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan warisan budaya Hindu-Buddhanya.

Tari rakyat

Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.

Tari Ronggeng dan tari Jaipongan suku Sunda adalah contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo dari Papua.

Tradisi

Tari tradisional

Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap dikembangkan hingga kini. Beberapa tari mungkin telah berusia ratusan tahun, sementara beberapa tari berlanggam tradisional mungkin baru diciptakan kurang dari satu dekade yang lalu. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru. Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari tradisional.

Sekolah seni tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar, Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni tari tradisional di Indonesia. Beberapa festival tertentu seperti Festival Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk menampilkan tari kreasi baru karya mereka.

Tari kontemporer

Seni tari kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari balet dan tari modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman dari Yogyakarta — Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana — merantau ke Amerika Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspresi pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia.[3] Gagasan seni tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah membangkitkan seni tari Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi menjadi ekspresi seni, melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar belakang seni dan budaya yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia, misalnya langgam tari Jawa berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pagelaran seni tari kontemporer di Indonesia. Kolaborasi internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.

Tari modern Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia industri hiburan dan pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring nyanyian, pagelaran musik, atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya pengaruh budaya pop dari luar negeri, terutama dari Amerika serikat, beberapa tari modern seperti tari jalanan (street dance) juga merebut perhatian kaum muda Indonesia

SENI MUSIK

Instrumen musik

Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit dan berbeda-beda, seperti alat musik petik sasando dari Pulau Rote, angklung dari Jawa Barat, dan musik orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali

Gamelan

Seorang pemain Gamelan.
Salah satu bentuk musik yang paling dikenal adalah gamelan, musik ini dimainkan oleh beberapa orang bersama alat musik perkusi, seperti metalofon, gong dan rebab bersama dengan suling bambu. Pertunjukan seperti ini umum di negara seperti Indonesia dan Malaysia, namun gamelan berasal dari pulau Jawa, Bali dan Lombok.

Kecapi suling

Kecapi suling adalah sejenis musik instrumental yang bergantung pada improvisasi dan populer di provinsi Jawa Barat yang menggunakan dua alat musik, kecapi dan suling. Kecapi suling masih berhubungan dengan tembang Sunda.

Angklung

Angklung adalah alat musikyang secara tradisional berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Angklung terbuat dari tabung bambu yang terhubung dengan rangka bambu. Angklung dimainkan dengan cara digoyangkan sehingga menghasilkan bunyi dalam susunan nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.

Kolintang

Kolintang (atau kulintang) adalah alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan perunggu asal Indonesia bagian timur dan Filipina. Di Indonesia kolintang dihubungkan dengan orang Minahasa dari Sulawesi Utara, namun kolintang juga terkenal di Maluku dan Timor.

Sasando

Sasando adalah alat musik petik yang berasal dari Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur. Bagian utama sasando adalah tabung dari bambu dan ganjalan-ganjalan dimana senar direntangkan. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas.

Aliran

Aliran musik Indonesia yang beragam menghasilkan kreativitas musikal bagi orang Indonesia, dan juga pengaruh musik luar dari pertemuan dengan budaya musik luar yang masuk ke Nusantara. Selain bentuk-bentuk musik asli Indonesia, beberapa aliran dapat ditelusuri asalnya dari pengaruh luar; seperti gambus dan qasidah dari musik Islam Timur Tengah, keroncong dari pengaruh Portugis, dan dangdut yang dipengaruhi musik Hindi.
ajeng oke
kita lagi bingung nich

Keroncong

Keroncong terbentuk sejak orang-orang Portugis memasuki Indonesia, yang juga membawa alat musik Eropa. Pada permulaan 1900-an, musik ini dianggap sebagai musik berkualitas rendah. Hal ini berubah pada 1930-an, ketika perfilman Indonesia mulai bergabung dengan musik keroncong, dan mulai berjaya pada dekade berikutnya, ketika musik ini terhubung dengan perjuangaan kemerdekaan.
Salah satu lagu keroncong paling terkenal adalah Bengawan Solo, yang ditulis pada tahun 1940 oleh Gesang Martohartono, seorang pemusik dari Solo. Lagu ini ditulis ketika Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menguasai pulau Jawa pada Perang Dunia II, lagu tersebut (tentang sungai Bengawan Solo, sungai terpanjang dan terpenting di Jawa) menjadi populer di kalangan orang Jawa, dan terkenal di seluruh Indonesia ketika mulai didengarkan di radio. Lagu ini juga populer di kalangan tentara Jepang, sehingga ketika mereka kembali ke Jepang setelah perang, banyak penyanyi Jepang menyanyikan lagu tersebut dan membuatnya sebagai best-seller.

Dangdut

Dangdut adalah salah satu bentuk musik dansa yang populer sejak tahun 1970-an. Penyanyi dangdut terkenal adalah Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih, begitu juga dengan Inul Daratista, Evie Tamala, Mansyur S., A. Rafiq, dan Fahmy Shahab. Musik ini juga terkenal di Malaysia sebagai simbol bangsa Melayu (namun bukan bagian kebudayaan Melayu).

SENI INDONESIA

Pendidikan Seni Indonesia

Seni adalah bagian dari kehidupan yang tak bisa terlepaskan. Berkesenian berarti memberikan makna akan kehidupan. Seni tak akan pernah lepas dari pengaruh lingkungan dan kondisi sosial yang ada. Maka jenis dan model penerapan seni yang ada di suatu daerah pastinya berbeda dengan daerah yang lainnya. Kehidupan anak bangsa ini jauh lebih erat dengan seni dan budayanya dibanding dengan teknologi yang belakangan marak.
Ini bukan berarti teknologi harus ditinggalkan, karena teknologi juga memiliki dampak positif terhadap perkembangan bangsa ini (di samping dampak-dampak negatifnya). Namun, sebaliknya, mengapa kehidupan berkesenian kini semakin terasa sulit saja? Memang, terlihat sudah banyak apresiasi seni dan budaya yang belakangan sering dilakukan. Ini sebenarnya membuktikan bahwa seni sebenarnya sangat diminati oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Tapi di sini pemerintah hanya menjadi fasilitornya saja, sedangkan para pelaku seni tetap harus membiayai sendiri apresisi seni yang mereka lakukan.
Pendidikan Indonesia sering kali hanya menjadikan seni sebagai pendidikan alternatif. Seni tidak termasuk dalam penjurusan di tingkat SMU. Barulah di tingkat perkuliahan kita mendapatkan seni sebagai salah satu bidang studi. Sedang pemerintah hingga kini belum menyediakan sekolah kejuruan untuk bidang seni dan budaya. Minat seni yang besar di masyarakat hanya bisa terobati dengan adanya ekstrakulikuler atau kursus tambahan di luar sekolah yang diselenggarakan oleh pihak swasta alias tanpa campur tangan pemerintah.
Sekilas, kebebasan berekspresi seni menjadi begitu terjamin, namun ternyata justru banyak sekali  kasus (pornografi) yang marak di masyarakat kita yang mengatasnamakan seni. Akibat ketiadaan campur-tangan pemerintah, kegiatan berkesenian menjadi begitu absurd batasan-batasannya. Kita lupa bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beradab, yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Di sini, campur tangan pemerintah yang diharapkan adalah campur yangan yang mendidik secara terarah dan beretika tanpa melepaskan kebebasan berekspresi dalam berkesenian.
Kebanyakan dari kita mengetahui seni hanyalah sebatas musik, tari, lukis, dan film. Itu pun yang diketahui kebanyakan yang berbau kebarat-baratan. Sedangkan seni murni yang berasal dari negeri ini hanya sedikit yang mengetahui. Sudah sedemikian parahnya kondisi bangsa ini. Mengaku cinta tanah air atau mengaku bertanah air Indonesia, tapi produk budaya bangsanya sendiri jarang yang tau.
Maka tidak heran jika berkali-kali sejumlah jenis kesenian yang berasal dari salah satu daerah di Indonesia diakui oleh negara lain. Namun mengapa baru timbul kesadaran setelah bencana terjadi? Mengapa tidak dari dahulu saja melakukan pelestarian budaya bangsa ini –salah satunya dengan mendirikian sekolah khusus seni dari tingkat menengah, bukan hanya di tingkat tinggi atau menjadi ekstrakurikuler–?
Banyaknya ragam seni yang berasal dari Indonesia yang diakui negara tetangga dengan mudahnya menunjukkan bahwa masih sangat lemahnya apresiasi pemerintah Indonesia terhadap beragam seni yang ada di Indonesia. Selain melalui pendidikan, pelestarian dan apresiasi budaya bangsa Indonesia juga  dapat ditempuh melalui sistem kontrol yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Sejarah bangsa yang sudah banyak dimanipulasi sudah saatnya janganlah didiamkan saja. Pemerintah mungkin bisa saja melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk pelestarian budaya seni ini. Namun tetap saja peranan pemerintah sebagai fungsi pengendali (bukan pengekang) tetaplah diperlukan.
Sementara ini pemerintah belum memberikan jaminan kepada para pelaku seni akan kehidupan berkesenian yang mereka lakukan. Para pelaku seni hanya mengandalkan kemampuan dan modal yang mereka miliki saja untuk melakukan apresisasi seninya. Di sinilah salah satu hal yang menyebabkan mengapa para pelaku seni menjadi begitu lemah di hadapan pemerintah serta harus berjuang ekstra keras untuk keberlangsungan kehidupan berkeseniannya. Dan di sinilah peranan pemerintah sangatlah dibutuhkan.
Pemerintah jangan lagi memandang sebelah mata hal-hal yang dianggap kurang menguntungkan. Pemerintah juga janganlah hanya melihat secara makro dan hasilnya terlihat langsung, tapi juga lihatlah secara mikro dan hasilnya tidak langsung namuan cenderung berkesinambungan, karena jika yang mikro ini dikumpulkan, maka hasilnya akan jauh lebih kuat dan lebih besar daripada yang makro. Dari pada keuangan pemerintah sia-sia terbuang begitu saja di meja korupsi, bukankah sebaiknya disalurkan saja untuk hal yang dijamin tidak akan sia-sia –bahkan menguntungkan– seperti untuk penyaluran apresiasi seni dari para pelaku seni?
Kegiatan berkesenian cenderung hanya akan mendapatkan bantuan –dari pemerintah atau pun swasta– jika kegiatan berkesenian itu memberikan keuntungan finansial bagi pihak-pihak yang membantu. Mungkin jika dalam hal ini adalah pihak swasta, maka sah-sah saja. Namun adalah suatu keanehan yang tidak boleh diulangi lagi jika ternyata yang berlaku seperti ini justru berasal dari pihak pemerintah. Mengapa justru pemerintah kita justru malah menjadi money oriented saja kelakuannya? Seperti orang yang tidak beriman, yang tidak percaya bahwa esok pasti masih ada rezeki selama kita masih hidup.
Pada kenyataanya, jika pemerintah benar-benar mau konsen terhadap kehidupan berkesenian di Indonesia serta mau berpikir jauh ke depan akan kehidupan berkebangsaan ini, maka sebenaranya –baik secara langsung mau pun tidak langsung– akan memberikan keuntungan terhadap pemerintah kita. Cobalah perhatikan secara seksama, bahwa ternyata, kepulauan di Indonesia yang paling diminati sebagai tujuan wisata adalah pulau Bali.
Ada apa dengan pulau Bali? Banyak orang yang merasa nyaman dengan pulau Bali karena budaya masyarakat setempatnya yang ramah dan baik. Namun kebanyakan wisatawan asing menyatakan bahwa selain murah, mereka senang berlibur ke Bali karena di Bali dalam kehidupan kesehariannya banyak dilakukan upacara-upacara yang berkesenian yang sebenarnya adalah upacara adat budaya bali itu sendiri.
Memang, daerah-daerah lain kadang juga ada upacara-upacara adat seperti ini, namun hanya di bali lah yang dilakukan secara komprehensif dari bangun tidur sampai tidur lagi terus-menerus setiap hari. Produk kesenian di Indonesia terbanyak juga berasal dari Bali. Mayoritas bagunan-bangunan di bali pun memiliki corak khas budaya bali. Hal ini juga jarang ditemukan di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Segala aspek yang berbau Bali pun sangat di minati seluruh penduduk dunia. Bahkan beberapa waktu yang lalu dikabarkan bahwa hasil karya kerajinan masyarkat bali dicontek oleh salah satu merk perhiasan ternama di dunia.
Di satu sisi, ini adalah teguran untuk pemerintah kita agar melakukan fungsi kontrol (perlindungan) terhadap apresiasi berkesenian yang dilakukan oleh bangsanya. Jika dari awal sudah diberikan jaminan perlindungan berupa hak paten yang diusahakan oleh pemerintah, bukan oleh pengrajin, maka justru negara ini akan menghasilkan devisa negara yang demikian besarnya dari berbagai produk kesenian yang ada di negeri ini. Sehingga negara ini tidak lagi dicap sebagai penghasil devisa berasal dari babu. Bukankah dengan ini justru akan menaikkan derajat dan martabat bangsa di mata dunia?
Seandainya kehidupan berkesenian yang dilakukan secara komprehensif –seperti yang ada di bali– disertai dengan jaminan perlindungan dan pengembangan juga di terapkan di daerah-daerah lainnya di Indonesia, maka pastinya akan menghasilkan devisa negara yang lauh lebih besar lagi karena besar kemungkinan daerah tujuan wisata favorit tidak hanya terfokus di bali saja dan hasil kerajinan di daerah yang lain akan dapat semakin dikembangkan. Pemerintah jangan lagi terfokus pada hal-hal yang membuahkan hasil dalam jangka waktu yang singkat karena hal-hal yang seperti ini pun juga akan bertahan sebentar jika ditelantarkan.